Oleh:

          Muhammad Ahda Abqary

 

Indonesia tengah bersiap dalam   pesta demokrasi yang akan dilaksanakan serentak pada april mendatang. Politik memang kejam, musuh tidak hanya nampak di depan mata, terkadang musuh terbesar justru hadir dari balik selimut tempat kita berlindung. Berbagai macam isu pun dimainkan untuk menghancurkan lawan politik.

Beberapa waktu yang lalu tagar #HTILanjutkanPerjuangan sempat menjadi trending topic twitter Indonesia, HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) yang namanya kembali mencuat tentu saja semakin membuat timbulnya banyak pertanyaan setelah beberapa tahun belakangan isu kebangkitan PKI (Partai Komunis Indonesia) juga berhembus kencang.

Hal itulah yang membuat timbul berbagai spekulasi akan segala kemungkinan yang terjadi, dibalik itu semua, PKI dan HTI adalah 2 organisasi yang keberadaan dan eksistensinya sudah dilarang di Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Ideologi Komunis merupakan salah satu ideologi yang dilarang perkembangannya di Indonesia sejak tahun 1965-1966. menilik sejarah bagaimana rezim orde baru di bawah presiden Soeharto secara brutal membasmi PKI (Partai Komunis Indonesia) hingga ke anak cucunya. Komunisme belum mati. Ibarat ilalang, berulang kali dibabat, ia akan tetap tumbuh.

Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah penggerak nyata paham komunisme di Indonesia. Meski secara fisik sudah mati, keberadaannya sebagai ideologi seakan tetap hidup. PKI memang pernah menjadi partai yang cukup besar di Indonesia. Bahkan, dikabarkan menjadi yang terbesar di luar Uni Soviet dan China. Wajar jika sisa kekuatannya tidak bisa diremehkan. Generasi mereka yang terus dididik secara komunis atau kader-kader militannya akan melanjutkan estafet ideologinya dan berupaya untuk mengembalikan kejayaan PKI.

Maraknya kejadian seputar penyusupan/infiltrasi, pemutar balikan fakta sejarah, agitasi dan propaganda, seakan memperjelas upaya dalam menghidupkan kembali paham komunisme di Indonesia. Maraknya simbol palu arit diberbagai tempat, kelompok-kelompok diskusi yang membela HAM PKI, konsolidasi kader PKI melalui kongres, pertemuan, hingga munculnya buku Aku Bangga JadiAnak PKI dan Anak PKI Masuk Parlemen menjadi bukti keberanian komunis untuk eksis kembali.

 

Disisi lain, Pemerintah Indonesia secara resmi membubarkan Hizbut Tahir Indonesia (HTI) seiring dengan pencabutan status badan hukum ormas tersebut oleh Kementerian Hukum dan HAM pada Rabu (19/08) lantaran dianggap bertentangan dengan ideologi Pancasila dan UUD 1945. Tetapi Indonesia bukan satu-satunya negara yang melarang aktivitas organisasi ini. 

Sedikitnya ada 20 negara di seluruh dunia yang melarang HTI berkembang di Negaranya lantaran beberapa alasan, mulai dari dianggap mengancam kedaulatan negara, keterlibatan dalam kudeta hingga keterlibatan dalam aksi terorisme. Hal yang sama juga dilakukan di Indonesia, kemungkinan besar kontestasi politiklah yang membuat isu ini mencuat demi menjatuhkan elektabilitas lawan politik.

Saat ini, hanya ada dua pasangan calon yang sedang bertarung untuk menjadi rezim penguasa selanjutnya, Pihak 01 yang menjadikan Petahana menjadicapres dan pihak 02 yang menjadikan seorang negarawan yang memang sebelumnya belum pernah menjadipejabat publik atau minimal belum memiliki pengalaman sebagai kepala Negara.

Tulisan ini bukan untuk menyudutkan atau menuduh masing-masing pihak bersekongkol dengan ideologi atau ormas yang sudah jelas dilarang eksistensinya di Indonesia, tapi untuk membongkar segala kemungkinan yang terjadi, bisa jadi saya, anda yang membaca atau kita semua adalah salah satu faktor pendorong kebangkitan dua ormas tersebut.

Pada tahun 2014 Indonesia secara resmi dipimpin oleh seorang presiden dengan pengalaman menjadi walikota solo 2 periode dan menjadi gubernur DKI Jakarta selama 2 tahun dari 5 tahun masa jabatan. Sejak itulah isu PKI mulai menyeruak ke permukaan, menurut Kompas.co tepatnya setelah terbitnya sebuah Tabloid yang bernama Obor Rakyat yang terbit pertama kali pada Mei 2014 dengan judul ‘Capres Boneka’ dengan karikatur Jokowi sedang mencium tangan Megawati Soekarnoputri. Obor Rakyat menyebut Jokowi sebagai simpatisan PKI, keturunan Tionghoa dan kaki tangan asing. Dalam waktu singkat tabloid ini menghebohkan masyarakat pada masa itu.
Baru-baru ini ada seorang mantan politikus partai Gerindra yang mengakui bahwa dialah yang menyebarkan tabloid Obor Rakyat kepada masyarakat di daerah jawa timur. Terlepas dari semua itu, entah ada konspirasi besar yang disembunyikan atau bukan, faktanya politik memang seperti itu. Ketika seorang politikus berbelok arah mendukung pihak lain, maka dia akan mati-matian untuk membela pujaannya dan menyerang lawan politiknya.
Sekali lagi, isu ini pun dimainkan oleh lawan politik masing-masing, pihak 01 menuduh HTI berlindung dibelakang pasangan calon nomor 02, sebaliknya isu PKI kencang dihembuskan oleh pasangan calon 02 yang ditujukan kepada pihak 01 bahkan sejak 2014. Dibalik itu semua, Apakah benar HTI dan PKI kembali bangkit?
PKI jauh lebih senior daripada HTI. Meskipun muncul berbagai tanggapan optimis bahwasanya PKI dan HTI tidak akan bangkit lagi karena sudah dilarang dan dengan fakta bahwa isu itu dihembuskan oleh lawan politik. Akan tetapi semua indikasi yang dituduhkan tidak lebih hanya karena kita sedang berada dalam tahun-tahun politik. Beberapa waktu yang lalu Presiden Jokowi melalui juru bicara istana meminta aparat TNI dan Polri untuk tidak terlalu ketat ketika menemui hal-hal berbau PKI, banyak masyarakat terkejut dan dan mengira apakah ini salah satu indikasi bahwasanya Indonesia memiliki seorang presiden berhaluan kiri?
Mengenai masalah ini tidak lah etis jika kita selalu melihat itu secara subjektif, akan tetapi kita harus melihat suatu objek yang dipandang oleh beberapa subjek. Fakta yang terjadi tidak semua buku yang disita oleh aparat disebuah toko buku di Pare, Kediri itu adalah buku yang berisi paham-paham komunis, justru buku buku itu berisi sejarah kelam komunisme di Indonesia. Dan secara prosedur pihak TNI sendiri mengatakan bahwasanya Sweeping itu salah secara prosedur.
Ketika acara Mata Najwa mengundang pemilik toko yang buku-bukunya disita atau diamankan oleh pihak aparat dan beberapa tokoh seperti pak Kivlan Zein, Adian Napitupulu, dan Brigjen TNI Sisriadi. Mereka memberi penjelasan tentang Sweeping yang dilakukan oleh beberapa anggota TNI itu tidak berdasar perintah dari panglima TNI, maknanya Sweeping tersebut salah secara prosedur.
Pernyataan presiden Jokowi tentu tidak salah karena beliau menjadikan demokrasi sebagai sistem yang Indonesia anut memiliki hak kebebasan berpendapat dan mengutarakannya melalui tulisan-tulisan. Jadi secara garis besar tidak ada indikasi mencolok bahwasanya PKI akan kembali bangkit dan eksis di ranah perpolitikan Indonesia.
Mantan panglima TNI Gatot Nurmantyo juga mengatakan bahwa beberapa indikasi akan adanya kebangkitan PKI itu dengan mulai menghilangnya akar budaya nasionalisme Bangsa Indonesia seperti pelajaran Bahasa Indonesia, Agama, dan budi pekerti. Disamping itu juga ada tuntutan pencabutan TAP MPRS tahun 1966. “Kalo bukan PKI, siapa lagi kekuatan besar yang sanggup melakukan itu?” ucap beliau.
Hal ini langsung dibantah oleh Usman Hamid selaku Direktur eksekutif amnesty internasional Indonesia. Pada era pemerintahan presiden Habibie dilakukan peninjauan ulang terhadap pelajaran sejarah yang dinilai keliru. Dan pada era pemerintahan Gus dur TAP MPRS itu sudah diajukan oleh Gus dur sendiri karena dianggap menjadidasar diskriminasi terhadap banyak orang yang dianggap bersalah tapi sebenarnya tidak bersalah. “Jadikeliru kalaunya kita membangun logika lompat-lompat seolah-olah yang mengajukan pencabutan TAP MPRS tahun 1996 itu pasti PKI, itu keliru fatal” balas Usman Hamid.
Dari beberapa kejadian diatas, ada semacam trauma yang mendalam terhadap paham Komunisme yang pergerakannya di Indonesia digerakkan oleh PKI. Ditambah dengan kejadian terbaru dimana umat islam di Tiongkok mendapatkan perlakuan diskriminatif oleh kepala negaranya yang menganut paham komunisme, yaitu para muslim Uighur.
Sedangkan isu-isu mengenai HTI tidak terlalu banyak disinggung mungkin karena tidak ada sejarah kelam yang menghiasi sejarah HTI di Indonesia, meskipun di Timur Tengah sendiri yang notabene nya adalah kiblat bagi umat Islam di seluruh dunia sudah secara tegas menolak keberadaan HTI di Negara mereka. Hizbut tahrir sendiri masuk ke Indonesia pada tahun 1980. Di situs resminya, Hizbut tahrir adalah organisasi politik, bukan keagamaan, ilmiah, pendidikan ataupun lembaga sosial, mereka bertujuan mengembalikan umat Islam kembali kepada kejaayaannya, sama seperti dulu.
Akan tetapi disini kita membahas tentang kemungkinan dua kubu yang bertarung dalam pemilihan presiden 2019. Isu HTI mulai marak digaungkan akhir-akhir ini, ya tentunya karena kita sudah mendekati pemilihan presiden dan calon legislatif, berbagai siasat pun dimainkan demi menaikkan elektabilitas ataupun menjatuhkan lawan politik.
Beberapa waktu yang lalu ketua PPP mengatakan, “HTI berlindung dibalik Prabowo”. Hal ini pun bisa di bilang hanya spekulasi belaka karena tidak ada kajian dan analisa lebih lanjut mengenai pendapat ini. Hal yang paling menyayangkan adalah ketika Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor Yaqut Cholil Qoumas menilai bahwa ideologi komunis tak membahayakan bagi negara, dibanding kelompok radikal yang mengatas namakan agama.
Yaqut sendiri merupakan salah satu pendukung calon presiden petahana yang banyak menuai kontoversi atas kepemimpinannya. tentu kita tidak lupa ketika ada bendera tauhid yang dibakar oleh mereka (Banser) yang mengaku bahwa perbuatan itu merupakan reaksi spontan karena saat acara peringatan hari santri yang mereka selenggarakan, ada yang membawa bendera itu, yang merupakan ‘simbol organisasi HTI yang sudah dilarang pemerintah. “Itu bendera HTI” kata Ketua Umum GP Ansor, Yaqut Cholil Qoumas, kepada berbagai media.
Namun pembakaran bendera HTI ini memicu banyak protes, karena GP Ansor dituduh membakar bendera ‘tauhid’. Buya Yahya Al-Bahjah mengatakan, “Se-sholeh apapun pemimpin, andai orang disekitarnya adalah orang gak benar, maka hancurlah semua kesholehan pemimpin itu”. bukan berarti mereka salah, tapi mereka-mereka yang mendukung inilah yang akan menjadi orang-orang yang berdiri dibelakang presiden kita nanti, siapapun yang terpilih.
Semua kejadian itu tentu tidak sekedar asumsi daripada mereka yang berspekulasi, akan tetapi mereka menilai semua itu berdasar apa yang mereka lihat. Sekarang kita lihat ustadz Felix Siauw yang banyak menulis buku tentang khilafah berada pada barisan 02. Ditambah tokoh-tokoh HTI lain yang memang tidak mendapat tempat dikubu calon presiden petahana. Apapun alasannya, kita semua harus bersiap dalam menghadapi segala kemungkinan, termasuk menghadapi kelompok ekstrem yang menganut ideologi radikalisme.
Di sisi lain, slogan NKRI harga mati menjadi slogan yang marak diucapkan oleh elite politik dewasa ini. Seandainya kebangkitan dua ormas yang disebutkan diatas bukan isapan jempol belaka, maka kita harus berpikir positif, karena Negara Indonesia memiliki instansi keamanan Negara pada POLRI (Kepolisian Republik Indonesia) dan TNI (Tentara Republik Indonesia) yang sudah pasti akan berjuang hingga titik darah penghabisan untuk menjaga kedaulatan bangsa Indonesia.
Kesimpulan yang di ambil, semua ini tidak lepas dari kesan politis, karena dua ormas yang bersangkutan merupakan ormas yang memang hakikatnya ingin menguasai perpolitikan Indonesia. Semua yang kita dengar dan baca belum tentu benar, karena kontestasti politik sendiri sudah merusak dan mencederai pers Indonesia. Banyak kabar hoax yang tersebar bahkan hanya lima menit setelah disajikan, tentu tidak etis jika kita terlalu meyakini bahwa ada dua kekuatan besar yang sedang menunggu momentum untuk bangkit dengan menunggangi koalisi masing-masing calon presiden, akan tetapi ini semua hanya asumsi yang di simpulkan dari beberapa sumber. Perkara tuduh menuduh sudah menjadi santapan masyarakat akhir-akhir ini, dan kembali, bisa jadi semua isu yang dimainkan bertujuan untuk menjatuhkan lawan politik.
Pada akhir tulisan saya ini, saya ingin mengajak kawan-kawan semua, mari kita bersama sama berdoa demi kesejahteraan bangsa ini, Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum jikalau kaum itu sendiri tidak mau merubah diri mereka. Semoga apa yang kita khawatirkan tidak akan dan tidak akan pernah terjadi. Aamiin.

Leave a comment